Pada bulan Januari 2017, pemerintah dan DPR RI telah menyepakati bahwa RUU Perkelapasawitan akan menjadi salah satu RUU prioritas yang akan diselesaikan di tahun 2017. Alasan utama yang dikemukakan para pendorong RUU ini adalah untuk melindungi industri kelapa sawit dari intervensi asing.1 Selain itu, tiga alasan lain yang disampaikan Komisi IV DPR RI yang menginisiasi RUU Perkelapasawitan ini adalah sebagai berikut: 1) Di bidang sosial ekonomi, untuk memastikan kesejahteraan petani, 2) Meningkatkan profesionalitas seluruh sektor di kelapa sawit, dari hulu hingga hilir; 3) Di bidang hukum, agar menjadi jalan keluar terhadap carut marutnya perizinan, sehingga memberikan jalan keluar khusus bagi perkebunan ilegal (perkebunan yang berada di kawasan hutan atau beroperasi tanpa HGU). Kertas kebijakan ini memaparkan hasil analisis terhadap pasal-pasal RUU Perkelapasawitan sebagaimana tercantum dalam draft RUU Perkelapasawitan yang diunduh dari situs DPR.3 Hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa RUU ini tidak memberi jalan keluar bagi ketiga permasalahan di atas, melainkan justru berpotensi menimbulkan masalah baru, termasuk memperparah tumpang tindih dan carut-marut hukum. Di bawah ini adalah tujuh argumen tentang mengapa pembahasan RUU Perkelapasawitan harus segera dihentikan.