Sejak beberapa dekade terakhir ini hutan alam di Indonesia mengalami deforestasi yang sangat serius dan menurun kondisinya baik dari segi kuantitas maupun kualitasnya. Dahulu komodifikasi kayu selalu menjadi inti dari pengusahaan hutan sebagai sumber pendapatan dan devisa negara yang paling diandalkan. Setelah tahun 1970-1990, ketika dimulainya era bonanza minyak dan gas bumi, sektor migas menyalip sektor kehutanan dan menjadi kontributor utama pendapatan negara. Luas kerusakan hutan di Indonesia dalam setiap kurun waktu mengalami perubahan-perubahan yang dinamis. Forest Watch Indonesia melaporkan angka deforestasi beberapa periode tahun dalam bukunya yang berjudul Potret Keadaan Hutan Indonesia. Pada tahun 2000 menampilkan angka laju deforestasi 2 juta hektare per tahun, pada periode 2000-2009 sebesar 1,5 juta hektare per tahun dan 1,1 juta hektare per tahun di 2009-2013. Kali ini, Forest Watch Indonesia kembali melaporkan Potret Keadaan Hutan Indonesia untuk periode 2013-2017, termasuk temuan bahwa angka laju deforestasi pada periode ini adalah 1,47 juta per tahun. Sayangnya, semakin hari istilah deforestasi mulai kehilangan maknanya. Angka deforestasi makin diabaikan nilainya sebagai suatu “alarm” untuk keadaan hutan Indonesia. Dan karena ternyata toh memampangkan angka deforestasi jelas-jelas ke muka pengambil kebijakan dan publik Indonesia tidak juga menggerakkan perubahan-perubahan yang mampu menghentikan hilangnya tutupan hutan Indonesia. Angka deforestasi mulai kehilangan “kesaktian”. Deforestasi menjadi sesuatu hal yang biasa dan cenderung dipahami sebagai harga wajar yang harus dibayarkan untuk langkah maju pembangunan.