• Home
  • Press-Release
  • Potret Krisis dan Kepentingan Oligarki dalam Pilkada Serentak di Wilayah Pesisir dan Pulau Kecil
Share on facebook
Share on twitter
Share on linkedin
Share on whatsapp

 

Pasca Pemilihan Presiden – Wakil Presiden dan Pemilihan Anggota Legislatif pada April 2019 lalu, Indonesia kembali memasuki tahun politik, yakni Pilkada Serentak yang diikuti sebanyak 270 daerah pada 9 Desember 2020 mendatang. 270 daerah yang menggelar Pilkada Serentak itu, sebanyak 229 daerah di antaranya merupakan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang, tak terlepas dari sejumlah masalah, terutama terkait ekspansi industri ekstraktif, mulai dari industri pertambangan dan migas, industri kehutanan dan kelapa sawit, industri pariwisata, hingga proyek reklamasi. Potret Krisis Dalam konteks tambang dan energi, Jaringan Advokasi Tambang mencatat, dari 270 daerah itu, sebanyak 229 daerah yang memiliki garis pantai, pesisir, dan sebagian memiliki pulau kecil tengah dibebani oleh 4.127 izin tambang. Di wilayah-wilayah ini, juga terdapat 27 dari 277 proyek strategis nasional (PSN) dan kompleks industri nikel dan baterai kendaraan listrik. Tak hanya tambang dan energi, dari total 12 juta hektare luas daratan pulau-pulau kecil di Indonesia sebanyak 43% berstatus hutan produksi (terbatas, tetap, dan konversi), dan sekitar 28% daratan tersebut sudah dikuasai korporasi. Seluas 315 ribu hektar dikavling untuk pertambangan, sekitar 742 ribu hektar dikavling untuk perkebunan, sekitar 1,69 juta hektar dikavling untuk HPH dan HTI, dan 680 ribu hektare dalam tumpang tindih konsesi. “Aktivitas industri ekstraktif tersebut, telah dan tengah menghancurkan daratan dan pesisir, ruang hidup bagi petani dan nelayan. Kualitas lingkungan dan kesehatan warga di daerah industri pun terdegradasi, bahkan sejumlah warga yang berjuang menyelamatkan ruang hidupnya berakhir di jeruji besi, sebagiannya lagi kehilangan nyawa,” ujar Merah Johansyah dari JATAM. Berdasarkan data Forest Watch Indonesia, laju deforestasi Indonesia yang mencapai 1,4 juta hektar per tahun (periode 2013-2017), meningkat jika dibanding periode 2009-2013, yakni 1.1 juta hektar per tahun. Ditambah ancaman habisnya hutan alam di pulau-pulau utama(Sumatera, Kalimantan, Jawa, Sulawesi, Maluku dan Papua) turut mempercepat hilangnya hutan alam di pulau-pulau kecil. Mengikuti data deforestasi nasional, nilai deforestasi di pulau-pulau kecil juga mengalami peningkatan dari 391 ribu hektare (2009-2013) menjadi 656 ribu hektare (2013-2017).

Penerbit :
Tahun Terbit :
2020
Penulis :
Topik :
Penerbit :
Tahun Terbit :
2020
ISBN/ISSN :
Penulis :
Topik :
Share on facebook
Share on twitter
Share on linkedin
Share on whatsapp

Related Press Release

PERNYATAAN BERSAMA KOALISI MASYARAKAT SIPIL TERKAIT PEMBENTUKAN JOINT TASK FORCE PERATURAN KOMODITAS BEBAS DEFORESTASI DAN DEGRADASI HUTAN
Komitmen Capres dan Cawapres 2024 – 2029 dalam Nol Deforestasi Transisi Energi Dipertanyakan
SURAT PERNYATAAN SIKAP BERSAMA: Cabut Izin PBPH PT Wana Sejahtera Abadi dan Hentikan Proses Perizinan Perdagangan Karbon Melchor Grup di Kepulauan Aru, Maluku
RUU KSDAHE: Dorongan Publik Untuk Menghadirkan Undang-Undang Yang “Super Power”

Comment :

Rating:
5/5

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Get the news all the time. Delivered to your inbox!

Copyright © FWI-2024 | All Rights Reserved