Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo, mengakui bahwa Indonesia merupakan penyumbang emisi karbon terbesar keenam di dunia. Pada tahun 2011 Pemerintah Indonesia mengeluarkan Peraturan Presiden No. 61/2011 mengenai Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca 2010-2020. Kemudian juga Indonesia meratifikasi Paris Agreement dengan Undang-undang No. 16 tahun 2016 tentang Pengesahan Paris Agreement to the United Nations Framework Convention on Climate Change. Indonesia berkomitmen mengurangi emisi sebesar 29% dengan upaya sendiri dan menjadi 41% jika ada kerja sama internasional dari kondisi tanpa ada aksi (business as usual) pada tahun 2030, salah satunya melalui sektor kehutanan dan pertanian. Indonesia tidak akan mencapai target pengurangan emisi yang telah ditetapkannya sendiri itu tanpa mengatasi deforestasi dan degradasi hutan. Fakta menunjukkan bahwa sejarah kehutanan Indonesia tak lain adalah sejarah deforestasi, dari dulu hingga kini. Analisis FWI dan GFW tahun 2001 memperlihatkan bahwa laju deforestasi terus meningkat, menjadi 2 juta hektare/tahun periode 1996-2000. Selanjutnya menjadi 1,5 juta hektare/tahun periode 2001-2010 dan periode 2009-2013 lajunya sebesar 1,1 juta hektare/tahun (FWI, 2011 & 2014). Kajian terbaru FWI, walaupun hanya dipotret pada 3 provinsi, laju deforestasi masih relatif tinggi, yaitu sekitar 240 ribu hektare/tahun periode 2013-2016, meningkat dibanding periode sebelumnya (2009-2013), yaitu sekitar 146 ribu hektare/tahun. Bila ditotal maka hutan alam yang ada di Sumatera Utara, Kalimantan Timur, dan Maluku Utara, telah hilang seluas 718 ribu hektare selama tiga tahun. Hasil analisis lainnya ditemukan sekitar 72% deforestasi yang terjadi di 3 provinsi tersebut berada di dalam wilayah yang telah dibebani izin pengelolaan. Aktivitas-aktivitas di dalam konsesi HPH, HTI, perkebunan kelapa sawit dan pertambangan menjadi penyebab langsung (direct causes) deforestasi. Peningkatan laju deforestasi terjadi di Provinsi Maluku Utara dan Kalimantan Timur meningkat signifikan, dibandingkan apa yang terjadi di Sumatera Utara. Di Maluku Utara, peningkatan laju deforestasi bahkan mencapai lebih dari dua kali lipat jika dibandingkan dengan periode sebelumnya, dari 25 ribu hektare/tahun menjadi 52 ribu hektare/tahun. Begitu juga halnya dengan Kalimantan Timur dimana laju deforestasi meningkat hampir dua kali lipat dari periode sebelumnya, dari 84 ribu hektare/tahun di tahun 2013 menjadi 157 ribu hektare/tahun di tahun 2016. Fakta-fakta deforestasi menggugat keberpihakan Pemerintah Indonesia kepada masyarakat yang tinggal di dalam dan di sekitar hutan. Termasuk merealisasikan keseriusan Pemerintah Indonesia dalam mengurangi emisi, menjaga lingkungan hidup, mencegah bencana, dan melestarikan sumber daya alam. Fakta menunjukkan bahwa 50% dari seluruh daratan di Sumatera Utara, Kalimantan Timur, dan Maluku Utara telah dikuasai oleh pemegang izin konsesi. Hanya 4% dari wilayah daratan yang penguasaan dan pemanfaatannya berada di tangan masyarakat dalam berbagai bentuk program perhutanan sosial dan hutan adat. Fakta menunjukkan juga bahwa degradasi hutan dan deforestasi di provinsi-provinsi ini telah menyebabkan bencana lingkungan: banjir, longsor, kekeringan dan hilangnya habitat satwa dilindungi.