Traction Energy Asia, Trend Asia, dan Forest Watch Indonesia (FWI) membuka diskusi media kepada perwakilan Tim Pemenangan Nasional (TPN) paslon Capres dan Cawapres 2024 – 2029.
Diskusi yang dilaksanakan 10 Januari 2024 secara daring membahas Transisi Energi dari bioenergi. Pada Konferensi Para Pihak tentang Perubahan Iklim ke-28 (COP28) di Dubai, Uni Emirat Arab, akhir tahun lalu, negara-negara sepakat untuk Net Zero Emisi 2050 dengan beralih dari bahan bakar fosil ke energi terbarukan, sehingga ini seharusnya menjadi langkah yang serius untuk diambil.
Tommy Pratama, Direktur Eksekutif Traction Energy Asia menyatakan, sejak 1980 hingga 2020 terdapat trend kenaikan emisi gas rumah kaca yang cukup tajam di Indonesia. Trend ini harus dibuat landai dalam waktu dekat, makanya kita harus segera melakukan transisi sumber energi rendah karbon. Kami menggunakan terminologi rendah karbon untuk membedakan energi terbarukan untuk membedakan, karena tidak semua energi terbarukan itu rendah karbon” ujarnya.
Amalya Reza Oktaviani, Manager Program Bioenergi Trend Asia, menjelaskan mengenai co-firing biomassa yang saat ini menjadi substitusi penggunaan batu bara pada Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dan yang diklaim telah mengurangi emisi. Co-firing adalah solusi palsu dalam transisi energi, Amalya Reza kemudian menjelaskan bahwa “solusi PLN untuk biomassa dengan pelet kayu sulit, karena kemungkinan besar harus didapatkan dari perkebunan kayu berskala besar, seperti hutan tanaman energi (HTE).
Selanjutnya, Anggi Putra Prayoga, Manager Kampanye, Advokasi, dan Media FWI, menjelaskan mengenai konsekuensi tata kelola hutan dan lahan dalam pengembangan bioenergi kedepan. Dijelaskan bahwa produksi biomassa untuk bahan baku co-firing di 52 PLTU di Indonesia diproyeksikan akan menyebabkan kehilangan hutan alam seluas 4,65 juta hektare yang fungsinya sebagai penangkap karbon dan ruang hidup masyarakat.